
Twiter di BB
GITO ROLLIES, telah tiada
Gito Rollies Menuju Rumah Duka
Berpulang menghadap yang kuasa pada pukul 18.45 WIB, Jenazah Gito Rollies kini menuju rumah duka di Tangerang. Banjir air mata mewarnai rumah sakit Pondok Indah.

Kamis, 28 Februari 2008 | 21:05 WIB, KOMPAS
Bertahun-tahun rocker gaek Gito Rollies yang telah meninggal dunia di RS Pondok, Kamis (27/2) malam lalu menderita kanker kelenjar getah bening. Lewat sakitnya ini dia mulai bertobat dan menjalani gaya hidup yang baik, menyehatkan. Apa sebenarnya kanker kelenjar getah bening ini?
Jika mendapati benjolan kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan, dan tidak ada tanda-tanda radang, perlu dicurigai sebagai limfoma non-Hodgkin atau kanker kelenjar getah bening. Meski demikian, tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan kanker kelenjar getah bening. Bisa saja benjolan tersebut hasil ¨perlawanan¨ kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Limfoma sendiri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan satu klon sel limfosit pada tahapan tertentu saat proses pematangan di kelenjar getah bening. Jenis limfoma yang paling banyak terjadi pada pasien adalah limfoma non-Hodgkin. Dr. Djumhana Atmakusuma, Sp.PD, KHOM, menjelaskan gambaran klinik pasien yang mengalami limfoma non-Hodgkin (LNH) di antaranya tumor yang berasal dari pembesaran kelenjar getah bening perifer, terjangkitnya sumsum tulang pada limfoma indolent (jinak), dan pembesaran kelenjar getah bening di rongga dada (mediastinum) serta rongga perut (abdomen) pada limfoma agresif.
Gejala sistemiknya berupa demam yang tidak diketahui penyebabnya, berat badan menurun lebih dari 10 kg dalam enam bulan terakhir, atau berkeringat pada malam hari. Pasien yang mengalami salah satu gejala di atas dikategorikan LNH derajat B, sedangkan yang tidak mengalami disebut LNH derajat A. ¨Apa yang dialami Pak Gito adalah jenis LNH derajat atau tipe A dengan tidak adanya gejala yang menyertai,¨ katanya.
Namun, mengenali gejala saja tidak dapat menentukan LNH. Pemeriksaan histologi (jaringan), analisis imunologik, dan analisis molekular dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis limfoma. Selain itu, dengan hasil pemeriksaan histologis dapat ditentukan derajat keganasan LNH.
Derajat yang paling rendah adalah limfoma indolent (jinak), derajat selanjutnya limfoma agresif dan limfoma sangat agresif. Derajat limfoma juga dapat ditentukan setelah pemeriksaan histologis. Pengobatan LNH terdiri dari kemoterapi sitostatika, obat hormonal, dan biological respons modifiers. Selain itu, pengobatan juga dapat dilakukan dengan radiasi. Pada pasien dengan stadium awal atau pasien LNH ekstranodal, misalnya di nasofaring atau di otak, dapat diberlakukan tindakan radiasi. Jika terjadi penyumbatan, tindakan bedah merupakan pilihan yang paling efektif.
Alternatif yang juga dapat dilakukan yakni transplantasi sumsum tulang (TST). Transplantasi ini dilakukan pada pemberian kemoterapi dosis tinggi. Tindakan dilakukan dengan menyelamatkan sel induk darah ke dalam nitrogen cair bersuhu minus 197 derajat. Setelah pengobatan kemoterapi selesai, sel induk darah ditransplantasikan kembali. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan respons pengobatan dan memanjangkan harapan hidup pasien.
Harapan hidup rata-rata pasien LNH indolent yang tidak memberikan gejala dan tanpa pengobatan 4 sampai 6 tahun, sedangkan pada LNH indolent stadium I yang diberi radiasi 50-60 persen dapat bertahan hidup 10 tahun. Pasien LNH agresif, bila tidak dilakukan tindakan pengobatan, akan meninggal dalam beberapa bulan dan LNH sangat agresif yang tidak diobati akan meninggal dalam beberapa minggu.
Penggunaan kemoterapi memberikan respons pengobatan yang baik pada 50-85 persen pasien, separuh di antaranya bebas penyakit atau sembuh. Berdasarkan sistem staging Ann Arbor, tingkat penyakit pasien dibedakan atas:
- Stadium I jangkitan LNH pada satu daerah kelenjar getah bening;
- Stadium II jangkitan mengenai dua daerah kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama;
- Stadium III jangkitan pada daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma; dan
- Stadium IV jangkitan difusa atau diseminata (menyeluruh) pada satu atau lebih organ eksemfalitik.
Author: Lalang Ken Handita
idola CILIIK, penuh haru....
Rendy, menyanyi dan meneteskan air matanya. Dan tersedak. Nyanyinya jadi terganggu. Setelah selesai menyanyi. siOki menanyakannya "Kenapa kok Rendy menangis? apa terharu dengan lagunya atau kenapa?"
Sambil mengusap airmatanya "Aku kangen sama mama. Aku ingin mama menemaniku sampai dewasa!"
Lalu apa kata Bekti "Rendy, aku jadi kangen juga sama mamaku. Aku sudah lama ditinggalin mama..."
Wah, suasana jadi haru. Dan siOki tidak bisa menahan haru suasana. Ia jadi agak kaku. Seolah berusaha menahan sedihnya.
Nah, sekarang siFia. Usai nyanyi kedua, dia sempat mengatakan "Mom and Dad! I love you. I can't say anything. But, Im realy love you!"
Ketika Itamar (9thn) menyanyikan "Reflection". Tampak dady "Edo" berlinang airmata. Tapi Itamar terus menyanyi dengan suara emasnya. Setelah selesai, Itamar masih tersenyum. Tapi ketika siOki menanyakan "Kenapa Dady menangis?!"
"Saya bangga dengannya!" jawab Edo. Tapi, tiba-tiba Itamar menitikkan air mata. Jadi menangis haru.
Bagaimana saat Bekti mengomentarinya? Banyak kata-katanya yang tentunya bagus-bagus buat Itamar. Tapi yang jelas Bekti kali ini tidak dapat menyembunyikan rasa haru dan takjubnya. Seperti seorang fans mengidolakan pujaannya. Bahkan kata-katanya terdengar bergetar.
"Ohhhhh,..."
Akhirnya, Itamar yang mendapat SMS yang terbanyak.
Penumpukan Cairan Sebabkan Kematian Bill
JAKARTA, SELASA - Penumpukan cairan di paru-paru menyebabkan musisi jazz kenamaan Bill Saragih akhirnya meninggal dunia. Kondisi Bill juga kian memburuk akibat stroke yang sudah dideritanya sejak 7 tahun lalu. Seperti diutarakan salah satu keponakan tertuanya, Bob Mandala Saragih (45), Selasa (29/1), kondisi Bill mengalami penurunan drastis dalam selang 24 jam terakhir sebelum meninggal. Padahal, kata Bob, dua hari lalu pamannya itu masih dalam kondisi cukup sehat sehat dan segar, terbukti ia masih dapat menuruti perintah dokter.
"Diagonsa medis terakhirnya adalah penumpukan cairan di paru-paru. Kemudian pada saat-saat terakhir, kondisinya semakin kritis dan akhirnya beliau pun meninggal dunia," ungkap Bob kepada kompas.com. Sementara itu, pihak Rumah Sakit Fatmawati melalui keterangan salah seorang staff humasnya menyebutkan bahwa Bill sudah masuk sejak Rabu (23/1) lalu. Ia didiagnosa menderita komplikasi tiga penyakit yakni stroke, diabetes, dan bronkhitis.
"Pak Bill dirawat di rumah sakit Fatmawati sejak 23 Januari lalu. Ia dirawat di instalasi ruang rawat inap Paviliun Angrek. Menurut catatan kami, Bapak Bill didiagnosa mengidap tiga penyakit stroke, diabetes, dan bronkhitis," terang staff tersebut. Selama hidupnya, Bill memang diketahui memiliki kebiasaan yang kurang sehat.
Di mata sejumlah kawannya, ia dikenal sering makan tanpa kontrol selain juga perokok berat. Tak heran bila kebiasaannya tersebut membuat ia menjadi rentan terhadap penyakit yang disebabkan lifestyle seperti diabetes atau stroke. Seperti dikabarkan sebelumnya, Bill Saragih menghembuskan nafas terakhir pada Selasa (29/1) pukul 11.15 WIB pada usia 75 tahun di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan. Musisi jazz tersebut lahir di Simalungun, Sumatera Utara, 1 Januari 1933. (M-308)
AC
:: Selamat Jalan sang Maestro!
Soeharto Wafat
JAKARTA, KOMPAS - Berikut adalah riwayat kesehatan dan pengobatan mantan Presiden Soeharto:
11 – 12 Februari 1969
Presiden Soeharto beristirahat selama dua hari di kediamannya karena kelelahan. Sakitnya itu mulai terasa ketika Presiden sedang memimpin sidang sub Dewan Stabilitasi Ekonomi di Istana Merdeka, Jakarta. Presiden merasa pusing dan berkeringat sehingga harus berganti pakaian.
14 – 21 Desember 1975
Presiden Soeharto menjalani operasi kandung empedu dan perawatan pascaoperasi di Rumah Sakit Sint Carolus, Jakarta.
09 - 11 Juli 1996
Presiden Soeharto memeriksakan kesehatannya di rumah sakit Bad
Oeynhausen, Jerman. Ketua tim dokter, Prof Reiner Koerfer, menyatakan, Presiden lebih sehat dari yang diduga. Untuk orang setua Presiden Soeharto (75), kondisi kesehatannya sangat baik.
20 – 30 Juli 1999
Mantan Presiden Soeharto (78) dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta. Menurut menantu Soeharto, Indra Rukmana, Presiden kemungkinan terkena serangan stroke ringan.
14 – 19 Agustus 1999
Mantan Presiden Soeharto dirawat di RSPP, Jakarta, karena mengalami perembesan darah dari anusnya.
07 Oktober 1999
Tim dokter mantan Presiden Soeharto dalam Surat Keterangan yang ditandatangani Dr Hari Sabardi, menyatakan, Jenderal Besar TNI itu masih dalam keadaan sakit, sehingga tidak dapat mengikuti pemeriksaan di Kejaksaan Agung. Ketua tim penasihat hukum Soeharto, Juan Felix Tampubolon menjelaskan, Surat Keterangan itu dibuat, berkaitan dengan rencana Pjs Jaksa Agung Ismudjoko yang hendak mengumumkan status hukum Soeharto pada tanggal 11 Oktober 1999.
17 Februari 2000
Berkaitan dengan rencana DPR dan Kejaksaan Agung memanggil mantan Presiden Soeharto, Probosutedjo, saudara tiri mantan Presiden Soeharto mengatakan, kondisi mantan Presiden Soeharto sehat secara fisik. Namun dia tidak bisa bicara. Kalaupun dipaksakan, bicaranya harus pelan-pelan dan sangat susah. Menulis pun tidak bisa. Yang masih bisa hanya tanda tangan. Karena itu, tidak efektif kalau pihak DPR dan Kejaksaan Agung tetap berkeinginan memanggil Soeharto untuk menjelaskan soal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
13 Maret 2000
Mantan Presiden Soeharto, menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Pemeriksaan kesehatan itu dilakukan Tim Dokter RSCM didampingi Tim dokter Soeharto untuk menentukan kelanjutan pemeriksaan hukum atas diri Soeharto.
28 Maret 2000
Koordinator Kuasa Hukum Soeharto, Juan Felix Tampubolon menjelaskan,
hasil pemeriksaan tim dokter terhadap kesehatan mantan Presiden Ssoeharto, menyatakan, Soeharto mengalami hambatan dalam komunikasi. Artinya, apa yang dikatakan Soeharto tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
04 April 2000
Jaksa Agung Marzuki Darusman menyatakan, rekomendasi tim medis RSCM mrnyatakan Soeharto bisa menjalani pemeriksaan. Karena itu tim penyidik Kejaksaan dapat melakukan pemeriksaan awal, dan akan diikuti dengan pemeriksaan lebih lanjut.
10 April 2000
Kesehatan mantan Presiden Soeharto menurun, ketika hendak dilakukan pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung. Direktur Politik Kejaksaan Agung Purnama Munte menjelaskan, sesuai penjelasan dokter, baik dari RSCM maupun dari dokter Pak Harto, mantan Presiden Soeharto belum dapat memberikan keterangan. Oleh karena itu, pemeriksaan ditunda sampai ada penjelasan resmi dari dokter yang menyatakan Soeharto mampu memberikan penjelasan.
12 Juni 2000
Tim penyidik Kejaksaan Agung, seusai memeriksa mantan Presiden Soeharto di Jalan Cendana Nomor 8 Jakarta Pusat, diminta tim penasihat hukum mantan Presiden Soeharto untuk menghentikan pemeriksaan atas diri Soeharto. Karena sebagian besar pertanyaan tidak dapat dijawab oleh Soeharto karena menyangkut kejadian beberapa tahun silam. Selain itu, apa yang disampaikan Soeharto tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
23 September 2000
Tim pemeriksa kesehatan mantan Presiden Soeharto, terdiri dari unsur IDI, Departemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran (FK) UI, FK UGM, dan FK Unair, melakukan pemeriksaan kesehatan mantan Presiden Soeharto di RSPP, Jakarta.
28 September 2000
Tim dokter penguji yang diketuai Prof Dr dr M Djakaria SpR menyimpulkan bahwa Soeharto, baik fisik maupun mental dalam keadaan tidak laik untuk disidangkan. Keadaan tidak laik ini bersifat permanen. Dari hasil pemeriksaan ditemukan, kemunduran daya ingat dan kemampuan berbahasa Soeharto, serta kemampuan menerima, memahami, maupun menuangkan ide sangat buruk. Soeharto hanya mampu memahami ide sederhana yang dikemukakan secara perlahan dan berulang-ulang. Dan dalam mengungkapkan ide Soeharto mengucapkan kata yang tidak sesuai dengan yang ia maksudkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim dokter yang memeriksa kesehatan mantan Presiden Soeharto, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk menghentikan persidangan kasus dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto dan membebaskannya dari tahanan kota.
13 – 14 November 2000
Mantan Presiden Soeharto mengalami anfaal dan sesak napas, di kediaman Jalan Cendana No 8, Jakarta. Tim dokter segera memasang saluran oksigen untuk membantu pernapasan dan infus untuk memperkuat tubuhnya.
26 Maret - 02 Maret 2001
Mantan Presiden Soeharto dirawat di RSPP, Jakarta, karena mengalami sesak napas dan tekanan darahnya naik.
12 - 13 Juni 2001
Mantan Presiden HM Soeharto menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung permanen di RSPP, Jakarta. Operasi yang berlangsung selama sekitar 35 menit tersebut berlangsung sukses.
17 – 28 Desember 2001
Mantan Presiden Soeharto kembali dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat karena menderita radang paru-paru, sesak nafas, dan panas. Kondisinya
memburuk karena usianya yang sudah lanjut.
14 Maret 2002
Mantan Presiden Soeharto dirawat di rumahnya di Jalan Cendana No.8 Jakarta karena mengalami perdarahan setiap kali buang air besar.
26 April 2004
Karena kembali mengalami pendarahan pada pencernaan bagian bawah atau secara spesifik pendarahan di usus besar yang mengakibatkan hemoglobin (Hb) rendah, yaitu 6,3, mantan Presiden Soeharto harus kembali dirawat di RSPP, Jakarta.
05 – 10 Mei 2005
Mantan Penguasa Orde Baru, Soeharto, dirawat lagi di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta. Usus besarnya kembali mengalami perdarahan.
04 November 2005
Mantan Presiden Soeharto, kembali dirawat Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta. Seorang sahabat dekat keluarga Soeharto mengatakan, Pak Harto kelelahan karena menerima banyak tamu pada Lebaran pertama.
Sedangkan sumber lain mengatakan, HB-nya turun.
4 Mei 2006
Mantan Presiden Soeharto dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, akibat perdarahan berulang pada saluran cerna. Perdarahan itu menyebabkan hemoglobin menurun hingga 7,8 gram persen dan berakibat pada menurunnya kadar oksigen di seluruh tubuh.
7 Mei 2006
Mantan Presiden Soeharto menjalani operasi pembedahan saluran cerna oleh tim dokter terpadu di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Operasi tersebut dilakukan guna mencegah pendarahan pada pencernaan bagian bawah atau secara spesifik pendarahan di usus besar bila terjadi infeksi.
18 Mei 2006
Dari pemeriksaan CT Scan, Tim Dokter Kepresidenan di Rumah Sakit Pusat Pertamina,Jakarta, menemukan dua titik penyumbatan pembuluh darah di otak bagian kanan mantan Presiden Soeharto.
4 Januari 2008
Mantan Presiden Soeharto kembali dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, karena kadar hemoglobin rendah, tekanan darah turun dan ada penimbunan cairan sehingga tubuh membengkak.
Sumber: Litbang Kompas

Laporan Wartawan Kompas Maria Susy Berindra A
JAKARTA, KAMIS - Mantan Presiden Soeharto meninggal dunia pada pukul 13.10 WIB, Hal ini diterangka Kapolsek Kebayoran baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Menurut rencana, jenazah akan segera disemayamkan di rumah duka Jalan Cendana, Jakarta.
LHW,Maria Susy Berindra A
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances